Pemilik Gudang Bodong Beromzet Miliaran Rupiah Mangkir dari Hearing DPRD Jember

Pemilik Gudang Bodong Beromzet Miliaran Rupiah Mangkir dari Hearing DPRD Jember

JEMBER – Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember menggelar rapat dengar pendapat atau hearing untuk membahas kasus gudang ilegal yang beromzet miliaran rupiah pada Senin, 12 Agustus 2024.

Rapat di gedung Dewan itu dihadiri oleh utusan Disperindag maupun Dinas PTSP Kabupaten Jember. Namun, pemilik gudang justru tidak memenuhi undangan.  “Pemilik gudang ilegal Lie Fu Min tidak datang tanpa pemberitahuan atau konfirmasi alasannya mangkir dari undangan kami,” ungkap Sekretaris Komisi B, David Handoko Seto.

Walau demikian, Komisi B telah memperoleh kepastian dari perwakilan Pemkab Jember yang menyatakan bahwa gudang milik Lie Fu Min benar-benar liar. Pengusaha tersebut tanpa sebiji pun memiliki ijin resmi yang terkait pembangunan hingga operasional, dan bisnis sewa gudang.  “Gudang itu bahkan tidak masuk dalam list OSS (Online Single Submission), sehingga juga tidak memiliki TDG (Tanda Daftar Gudang). Padahal, setiap pemilik gudang harus mematuhi ketentuan Permendag Nomor 90 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pembinaan Gudang,” beber Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Kabupaten Jember, Adrian.

Menurut Adrian, ketentuan mewajibkan gudang untuk keperluan komersial, selain TDG wajib hukumnya memiliki ijin pendirian bangunan dan gedung (PBG) hingga sertifikat layak fungsi (SLF).

Lokasi gudang ilegal itu berada di Jalan Raya MH Thamrin, Desa Ajung, Kecamatan Ajung. Di situ terdapat puluhan unit gudang yang berada dalam satu kawasan tertutup pagar beton diatas lahan seluas hampir 5.000 meter persegi.

Sedikitnya 30 gudang itu terlihat berisi berbagai macam barang yang disimpan. Mulai dari makanan dan minuman kemasan, kosmetik, baja ringan, bahan kontruksi, hingga beragam barang jasa pengiriman. Tiap gudang disewa dengan harga rata-rata senilai Rp100 juta per tahun.

Lie Fu Min selaku pemilik gudang juga diketahui tidak melandasi kegiatan bisnisnya dengan perusahaan yang berbadan hukum. Sehingga, ditengarai sengaja untuk menghindari pajak serta retribusi daerah dari komersialisasi gudang yang menghasilkan keuntungan miliaran rupiah. “Pengelola gudang mencoba masuk ke  Dinas PTSP bukan mengunakan perusahaan berbadan hukum, tetapi justru atas nama perorangan,” urai David.

David menambahkan, Komisi B juga mencurigai Lie Fu Min melanggar alih fungsi lahan. Kuat dugaan tanahnya masih berstatus lahan sawah dilindungi (LSD), namun beralih dibangun gudang tanpa persetujuan dari Kementerian ATR/BPN.

Syak wasangka tentang LSD bakal dikonfirmasi melalui pemeriksaan terhadap bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) yang datanya berada di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).  “Komisi B akan meminta bantuan Komisi C yang mitranya Bapenda untuk diundang hearing bersama,” sebut legislator dari Partai NasDem itu.

Temuan Komisi B, selain gudang milik Lie Fu Min yang ilegal ternyata banyak praktek lancung yang mirip atau hampir serupa kasusnya. Masalah ini akan ditangani secara serius.  “Ada 33 pengusaha mengajukan ijin usaha pergudangan, tapi hanya beberapa yang layak. Dua PBG gudang terbit pada 2021; enam PBG gudang terbit pada 2022; dan pada 2024 ada lima PBG yang telah terbit berikut SLF,” papar David.

Dari puluhan pengusaha pergudangan tersebut, ternyata hanya 12 yang telah membayar retribusi dan pajak daerah. Sementara, delapan permohonan ijin dokumennya dikembalikan karena dinilai tidak layak beroperasi.