Ketua Komisi C DPRD Jember Budi Wicaksono Bantah Peningkatan Jalan di Bande Alit Ilegal

Ketua Komisi C DPRD Jember Budi Wicaksono Bantah Peningkatan Jalan di Bande Alit Ilegal

Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Jember Budi Wicaksono, SE membantah bahwa proyek peningkatan jalan di kawasan Bande Alit Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember tidak punya ijin alias Ilegal. Sebab, Pemerintah Kabupaten Jember sudah menandatangani MoU dengan pihak Meru Betiri selaku pengelola Bande Alit. Intinya, Pemkab Jember telah diijinkan untuk mengaspal jalan di sekitar Bande Alit. “MoU itu sudah ada, dan saya sudah liat foto copynya. Artinya, Meru Betiri sudah mengijinkan jalan di Bande Alit diaspal,” ucapnya kepada sejumlah wartawan usai hearing dengan Muhammad Husni Thamrin di gedung DPRD Kabupaten Jember, Rabu (15/5/2024).

Menurut Budi, walaupun Beru Betiri adalah termasuk hutan lindung namun apa yang dilakukan oleh Pemkab Jember tidak merusak melainkan meningkatkan jalan agar lebih layak digunakan oleh masyarakat. Jalan itu sendiri sudah ada sejak lama, dan cukup susah dilewati lantaran rusak parah. “Kalau itu (kawasan Bande Alit) memang hutan lindung, dan di-Undang-undang tidak boleh (dirusak), maka ini Meru Betiri sendiri yang melanggar karena diperbolehkan membangun jalan, itu tidak masuk akal,” tambah Budi.

Dalam pandangan Budi, pengaspalan jalan di lingkungan Bande Alit bukan masuk kategori merusak hutan, tapi hanya meningkatkan kelayakan jalan sehingga lebih nyaman dilalui manusia. Apalagi selama puluhan tahun jalan itu tidak pernah diaspal. Padahal jalan itu merupakan akses satu-satunya menuju pantai Bande Alit, kawasan wisata yang cukup eksotik. “Kalau saya ditanya berapa nanti PAD-nya untuk Jember, itu urusan nanti. Sekarang saja proses lelangnya sudah ruwet. Baru nanti kalau sudah selesai (dibangun), kita tanya kemana PAD-nya,” urai kader Partai NasDem itu.

Sebelumnya, Muhammad Husni Thamrin mengungkapkan bahwa pengaspalan jalan di Bande Alit melanggar Undang-Undang RI Nomor 5/1990 tentang  Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Intinya, untuk membangun apapun di kawasan hutan lindung, harus mendapatkan ijin tertulis dari Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Jadi bukan MoU dengan Meru Betiri, tapi di atasnya, yakni Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem,” jelasnya