Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jember Soroti ATS yang Didominasi Masalah Ekonomi

Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jember Soroti ATS yang Didominasi Masalah Ekonomi

Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Jember menyoroti tingginya anak putus sekolah di kota suwir-suwir ini. Jumlah anak tidak sekolah (ATS) di Kabupaten Jember mencapai 40 ribu jiwa dari berbagai tingkatan sekolah.

Ironisnya, penyebab ribuan ATS itu didominasi oleh faktor ekonomi, faktor keluarga, dan tingginya angka pernikahan dini.  Karena itu, Fraksi PDI Perjuangan menilai langkah Dinas Pendidikan Kabupaten Jember  tentang rekonfirmasi data hasil survey yang dilaksanakan oleh UNICEF di lokus 8 desa 4 kecamatan atas data ATS tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengikutkan mereka pada program kesetaraan kejar paket di 2 PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). “Begitu juga dengan upaya yang dilakukan dengan memberikan tambahan keterampilan bersama PKK Kabupaten Jember melalui pelatihan eco print/membatik dengan bahan dasar ramah lingkungan dan mudah didapatkan, jangan sampai hanya sekedar menjadi kegiatan sesaat belaka, yang tidak terbangun dari rencana berkelanjutan yang masuk akal,” urai Tabroni, juru bicara Fraksi PDI Perjuangan saat membacakan Pandangan Akhir terhadap Nota Pengantar Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2023 di gedung DPRD Kabupaten Jember, Senin (10/6/2024).

Dalam kesempatan itu, Tabroni juga mengungkit  soal rencana Bupati Jember Hendy Siswanto yang akan melakukan Rekonfermasi Data ATS dengan melibatkan seluruh OPD terkait, unsur organisasi pemerintah dan non pemerintah, Satuan pendidikan, Masyarakat, DUDI dan UNICEF (untuk mengetahui identifikasi data lebih detail penyebab ATS dan Solusi).  “Tindakan itu harus sungguh-sungguh direncanakan dengan matang, sehingga tidak hanya sekedar menjadi rencana yang tak dapat dijalankan,” ungkapnya.

Ia tak menafikkan upaya Dinas Pendidikan yang telah membentuk Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di setiap kecamatan, sebagai salah satu solusi dalam penanggulangan ATS, termasuk upaya menampung anak yang masih usia sekolah di sekolah negeri dengan program pendidikan gratis. “Namun, program ini belum menjawab pertanyaan kami tentang bagaimana merubah budaya orang tua, sehingga dapat memotivasi anak untuk bersekolah,” pungkasnya