DPRD Kota Denpasar Bali Mengaku Puas dengan Pelayanan di Jember
DPRD Kota Denpasar Bali mengaku puas dengan pelayanan di Jember. Tidak hanya dari sisi pelayanan, fasilitas dan sarana prasarana umum juga meningkat. Hotel-hotel sudah bagus, infrastruktur jalan juga kinclong. “Saya dua kali ke Jember, dan sekarang sudah banyak perubahan, bagus. Hotel-hotel juga sudah bagus,” ujar anggota DPRD Kota Denpasar Bali Nyoman Sumardika saat beraudiensi dengan DPRD Kabupaten Jember, Selasa (30/7/2024).
Hal senada juga diungkapkan oleh rekannya, Ida Bagus Kiana. Menurut anggota Fraksi Hanura DPRD Kota Denpasar ini, pelayanan di Jember sangat bagus, orangnya sopan-sopan. “Kami puas di sini benar-benar menyenangkan,” ucapnya.
Nyoman Sumardika dan Ida Bagus Kiana adalah dua dari 40-an anggota DPRD Kota Denpasar Bali yang mengunjungi DPRD Kabupaten Jember untuk belajar soal pengelolaan dan penyiapan sarana dan prasarana tanggap darurat. Mereka memilih Jember sebagai tempat belajar karena kabupaten ini dikenal sebagai daerah langganan bencana namun bisa ditangani dengan baik. Mereka dipimpin oleh Ketua DPRD Kota Denpasar I gusti Ngurah Gde dan wakilnya I Wayan Wandire.
Namun yang satu hal yang mengganjal di hati Ida Bagus Kiana, yaitu banjir yang kerap datang, padahal hutan di daerah pinggiran Jember cukup lebat. Katanya, hutan yang lebat mempunyai daya serap yang tinggi sehingga air hujan tidak menumpuk ke sungai dan menimbulkan banjir. “Tapi mengapa di Jember masih sering banjir?” tanyanya.
Menjawab pertanyaan itu, Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Jember Muhammad Hafidi,S.sos mengungkapkan dua alasan. Pertama, letak geografis kota Jember berada di titik yang cekung, dikelilingi oleh pegunungan. Sehingga saat hujan, air mengalir ke kota melalui sungai-sungai yang ada. “Jangankan hujan sehari semalam, hujan beberapa jam saja Jember sudah banjir,” jelasnya.
Kedua, pemukiman penduduk banyak berada di dataran tinggi. Ketika musim kemarau datang sampah-sampah tidak dibuang sebagaimana mestinya, sehingga ketika hujan turun sampah-sampah tersebut ikut hanyut dan terjadi penyumbatan di aliran sungai sehingga meluap dan menimbulkan banjir. “Maka jalan yang kami tempuh adalah membentuk Desa Tangguh Bencana atau Destana untuk menangani banjir secara mandiri,” pungkasnya.
A WordPress Commenter says: