Di Depan Anggota DPRD Jember, Bupati Hendy Sebut Meningkatnya Kemiskinan Bukan Berarti Orang Miskin Bertambah

Belakangan ini riuh kabar terkait meningkatnya angka kemiskinan di Jember. Fraksi Gerakan Indonesia Berkarya dan Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Jember sempat menyoroti hal tersebut saat Pandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Nota Pengantar Bupati Jember terhadap Raperda RPJPD Tahun 2025-2045, beberapa hari lalu.

Menurut Bupati Jember Jawa Timur Hendy Siswanto,  sesungguhnya  meningkatkan angka kemiskinan tidak serta merta bisa diartikan bahwa jumlah penduduk miskin bertambah. Sebab, banyak hal yang mempengaruhi perhitungan angka kemiskinan meningkat. Salah satunya adalah perubahan nilai garis kemiskinan. “Berkaitan dengan angka kemiskinan, tentunya tidak terlepas dari salah satu komponen perhitungan angka kemiskinan, yaitu garis kemiskinan,” ucapnya dalam Rapat  Paripurna DPRD Kabupaten Jember III dengan agenda Jawaban Bupati atas Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD dalam Menanggapi Nota Pengantar Bupati Jember terhadap Raperda RPJPD Tahun 2025-2045 di gedung Dewan, Senin (24/6/2024).

Diakuinya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember bahwa tahun 2023 angka kemiskinan mencapai 9,51 persen. Angka ini naik dibanding tahun 2022 yang mencapai 9,39 persen, atau sekitar 232,73 ribu jiwa.

Bupati Hendy menjelaskan, garis Kemiskinan berfungsi sebagai batasan untuk mengkategorikan penduduk sebagai miskin atau tidak miskin. Katanya, penduduk miskin didefinisikan sebagai mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan sendiri merupakan nilai yang harus dipenuhi oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari, serta kebutuhan non pangan esensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan aspek lainnya.  “Perlu dicatat bahwa nilai Garis Kemiskinan tidak statis dari tahun ke tahun, melainkan dapat berubah seiring dengan evolusi tren kebutuhan hidup dan peningkatan harga barang yang terkait dengan inflasi,” jelasnya.

Bupati yang juga pengusaha itu menjelaskan, meningkatnya angka kemiskinan yang terjadi di tahun 2023 bukan berarti jumlah penduduk miskin bertambah namun terdapat perubahan batas garis kemiskinan yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp.380.397,00 perkapita perbulan mengalami kenaikan menjadi Rp.400.961,00 perkapita perbulan.  “Sehingga masyarakat yang semula berada di atas garis kemiskinan, dengan adanya kenaikan batas garis kemiskinan maka masyarakat tersebut tercatat sebagai penduduk miskin,” tambahnya.

Ia menerangkan, berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Jember dari tahun 2019 hingga 2023 menunjukkan tren yang fluktuatif. Pada tahun 2019, jumlah penduduk miskin sebanyak 226,57 ribu jiwa atau 9,25 persen. Namun, pada tahun 2020 terjadi peningkatan yang signifikan mencapai 247,99 ribu jiwa atau 10,09 persen, dan kembali meningkat pada tahun 2021 menjadi 257,09 ribu jiwa atau 10,41 persen.

Di tahun 2022, Kabupaten Jember menjadi salah satu kabupaten yang mencatat penurunan persentase angka kemiskinan di bawah dua digit menjadi 232,73 ribu jiwa atau 9,39 persen. Angka kemiskinan pada tahun 2023 mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2023 menjadi 9,51 persen, namun angka ini masih berada di bawah angka kemiskinan Provinsi Jawa Timur yang tercatat sebesar 10,35 persen.  “Dengan demikian, penerapan kebijakan Pemerintah Kabupaten Jember yang efektif dan adaptif di tingkat lokal dapat menjadi salah satu faktor yang mendukung penurunan angka kemiskinan sejak tahun 2020 sampai dengan 2023,” pungkasnya.