Berikan Warning ke UKPBJ, Komisi C DPRD Jember Minta Rekanan Proyek Harus Tawar Tak Boleh di Bawah 80 Persen

Berikan Warning ke UKPBJ, Komisi C DPRD Jember Minta Rekanan Proyek Harus Tawar Tak Boleh di Bawah 80 Persen

DPRD Jember – Komisi C DPRD Kabupaten Jember mendorong Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) agar lebih selektif, dalam memilih rekanan atau kontraktor pelaksana proyek. Langkah ini dinilai penting agar pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember dapat berjalan lebih optimal.

Sekretaris Komisi C DPRD Kabupaten Jember, David Handoko Seto, menyampaikan bahwa perbaikan kualitas proyek harus dimulai dari proses pengadaan.  “Kami berharap di bawah kepemimpinan bupati yang baru, sistem pengadaan barang dan jasa bisa ditata dengan lebih baik dan akuntabel,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa, 20 Mei 2025.

David juga menyoroti, praktik penawaran proyek yang kerap berada di bawah 80 persen dari nilai kontrak.  “Kalau kita lihat penawaran dalam UKPBJ saat ini banyak yang menawar di bawah 80 persen, bahkan ada yang di bawah 70 persen kan ini sudah gak bener,” tegasnya.

Menurutnya, penawaran yang terlalu rendah berisiko menurunkan kualitas pekerjaan, bahkan dapat menyebabkan proyek mangkrak. “Bisa dipastikan nanti kalau ada yang menawar di bawah 80 persen ini, bakal banyak persoalan misal bangunan mangkrak, tidak sesuai spesifikasi hingga pengerjaan yang gak maksimal,” imbuhnya.

Oleh karena itu, ia meminta UKPBJ menetapkan batas minimal penawaran sebesar 80 persen dari nilai kontrak agar mutu pekerjaan tetap terjaga.Lebih lanjut, David menegaskan bahwa rekanan yang tidak mampu menyelesaikan proyek sesuai komitmen sebaiknya dimasukkan ke dalam daftar hitam (blacklist), agar tidak kembali dilibatkan dalam proyek pemerintah. “Ya kalau memang tidak bisa menawar sesuai ketentuan dan atau banyak yang tidak sesuai, maka harus masuk dalam blacklist minimal 3-4 tahun tidak usah diberi pekerjaan,” pungkasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala UKPBJ Jember, Wibisono, menyambut baik masukan dari Komisi C. Ia mengakui bahwa penawaran di bawah 80 persen memang berisiko menurunkan kualitas pembangunan dan dapat memicu temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun proses hukum.

Kedepannya, UKPBJ akan memperkuat tim Kelompok Kerja (Pokja) dalam mengevaluasi kewajaran harga dalam proyek jasa konstruksi.  Langkah ini bertujuan untuk menyaring rekanan yang benar-benar mampu bekerja secara maksimal.

Terkait sanksi blacklist, Wibisono menjelaskan bahwa kewenangan pemberian sanksi sepenuhnya berada di tangan masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD). “UKPBJ hanya memberikan rekomendasi terkait performa perusahaan, apakah kinerjanya layak untuk dilibatkan kembali atau tidak dalam proyek pemerintah,” tambahnya.***